Kemunculan ERP Jakarta Membuat Rakyat Menjerit, Pemerintahan Propinsi DKI Jakarta tengah menyelesaikan peraturan Elektronik Road Pricing (ERP) sebagai satu diantara jurus menangani kemacetan yang semakin kronis di ibukota. Tetapi, cara ini memetik bertanya, khususnya dari segi persiapan mekanisme simpatisan dan keadilan sosial untuk warga bawah.
Gagasan penentuan biaya ERP yang disebut dapat capai Rp 20 ribu per pelintasan, munculkan kekuatiran akan efeknya pada mobilisasi masyarakat berpenghasilan rendah. Survey JAMMA memperlihatkan beberapa informan memandang biaya bagus ada pada bentang Rp 10.000-13.000, dengan catatan: service transportasi public harus diperlebar dan betul-betul pantas.
Jaringan Warga Madura Jakarta (JAMMA) memandang ERP sebagai cara progresif yang penting dijaga dengan jeli. “Peraturan ini dapat menjadi titik kembali, tetapi cuma bila direncanakan memerhatikan ketahanan ekonomi masyarakat,” tutur Ketua Umum JAMMA, Edi Homaidi, Selasa (28/5)
JAMMA memberi empat catatan krisis. Pertama, biaya ERP perlu didesak supaya tidak sekedar menjadi pajak baru. Bentang Rp 10.000-13.000 dipandang masih realitas dan adil. Ke-2 , semua penghasilan dari ERP seharusnya dibalikkan secara langsung ke masyarakat berbentuk bantuan angkutan umum, khususnya untuk 15 kelompok yang menerima faedah sama seperti yang sejauh ini diproteksi oleh peraturan Gubernur Pramono Anung.
Ke-3 , pengecualian atau potongan biaya harus mengarah aktor ekonomi tidak resmi seperti ojek online, pedagang kecil, dan pengantar barang. “Mereka bukan kontributor khusus kemacetan, tetapi dapat menjadi korban pertama peraturan ini bila tidak diproteksi,” tambah Edi.
Ke-4, sambungan transportasi umum perlu ditingkatkan. Banyak teritori tepian seperti Cakung, Cilincing, dan Kalideres masih kurang capaian Transjakarta atau MRT. JAMMA mengutamakan pentingnya pengembangan jalur dan integratif penuh antara model saat sebelum ERP diaplikasikan.
Walau sampaikan kritikan, JAMMA masih tetap mengatakan support bersyarat pada ERP. Edi memperjelas persiapan JAMMA menolong publikasi peraturan ini di pangkalan-basis masyarakat Madura Jakarta, khususnya di teritori padat yang paling terimbas.
JAMMA menggerakkan supaya Pemerintah provinsi DKI membuat komunitas penilaian periodik yang mengikutsertakan ormas sipil, ahli transportasi, dan perwakilan komune. Maksudnya: pastikan ERP tidak jalan elitis dan masih tetap terbuka.
ERP menjadi peninggalan peraturan berani dari Gubernur Pramono Anung—tapi cuma bila dilakukan sensitivitas sosial dan transparansi public. “Janganlah sampai jalan menjadi berbayar, tetapi masyarakat tidak punyai jalan keluar,” tandas Edi.